Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI 1988). Keluarga memiliki fungsi penting dalam tatanan sosial masyarakat, karena pembentukan norma, moral, maupun tingkah laku, telah diperankan oleh keluarga sejak dini, dan dalam tiap tahap pertumbuhan/perkembangan seorang anak.
Kebutuhan hidup dan tuntutan lainnya di zaman modern ini yang pada akhirnya memaksa seorang kepala rumah tangga untuk bekerja lebih keras atau seorang pembantu rumah tangga menggantikan peran seorang ibu yang terpaksa menukarkan waktunya demi rupiah. Arus globalisasi turut serta membentuk seseorang berfikir pragmatis dan konsumtif. Minimnya pertemuan dan kurangnya komunikasi adalah contoh awal cerita dari sebuah perceraian orang tua yang menyebabkan trauma bagi anak.
Peristiwa perceraian mempengaruhi emosi yang tidak stabil bagi anak. Broken home adalah sebuah fenomena yang terjadi pada remaja kerena kurangnya perhatian, kasih sayang, pendidikan dan pelatihan mental dari orang tuanya, sehingga menimbulkan pribadi yang dinilai kurang baik karena sedikit menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku. Proses pencarian jati diri tanpa kontrol dan intervensi dari orang tua pada akhirnya menyebabkan seorang anak kurang selektif dalam bersosialisasi/bergaul dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Peredaran narkoba di lingkungan sekolah atau masyarakat selalu mencari korban tanpa peduli latar belakang seseorang. Seorang anak/remaja yang memiliki rasa ingin tahu atau karena emosi akan peristwa perceraian, mulai mencari-cari perhatian dari orang lain yang berperan semu menggantikan peran keluarga. Mencoba mengkonsumsi narkoba sedikit demi sedikit hingga bergantung kepada suatu zat/narkoba agar dapat diterima oleh lingkungan yang dapat memberikan kesenangan sesaat untuk melepaskan permasalahan yang ada terutama masalah di dalam keluarga.
Dampak dari penyalahgunaan narkoba mempengaruhi akhlak/sikap mental dan menurunnya prestasi seorang anak di sekolah. Kejiwaan seseorang mulai terganggu setelah seseorang lebih bergantung kepada suatu zat/narkoba daripada Tuhannya. Keluarga kembali berperan untuk memperjuangkan dan menyelamatkan anggota keluarganya yang memiliki masalah ketergantungan terhadap narkoba.
Rehabilitasi medis maupun non-medis tidak menjamin kesembuhan korban pengguna narkoba. Tidak ada jaminan kesuksesan untuk siswa/mahasiswa dari universitas/sekolah. Semua tergantung dari niat dan besarnya kemauan seseorang untuk pulih dari ketergantungan. Hanya pertolongan Tuhan yang mampu mengembalikan mental yang rusak dengan usaha maksimal dari hamba-Nya yang membutuhkan pertolongan-Nya. Korbanpun dinyatakan sembuh setelah melalui proses rehabilitasi narkoba di dalam aturan mainnya.
Relapse adalah suatu masa dimana pengguna kembali menggunakan narkoba. Sebelum relapse, biasanya mantan pecandu mengalami pergumulan didalam dirinya, yang biasa dikatakan dengan istilah perang batin. Dalam mengantisipasi kembalinya perilaku adiksinya (perang batin), mantan pecandu dipengaruhi oleh kejadian masa lalu, baik secara fisik maupun psikologis yang biasa dikatakan dengan istilah “sugesti”.
Sugesti inilah yang pada umumnya menjadi trigger (pemicu) untuk mendorong mantan pecandu relapse. Sugesti yang dimaksud disini dapat berupa sosok seorang teman lama yang bertemu kembali, moment, situasi, suara/jenis musik tertentu, bau, barang yang biasa dijadikan alat, bahkan bisa dalam wujud mimpi menggunakan narkoba. Dalam masa perang batin, mantan pecandu biasanya kembali bergaul dengan pecandu aktif. Status emosi yang negatif (stress), emosi yang sedang berbahagia, tidak adanya aktifitas, turut berperan mempengaruhi dan mendorong rasa ingin kembali menggunakan narkoba.
Jalan keluarnya adalah memberikan perhatian khusus dan informasi tentang rehabilitasi. Seperti metode pemulihan kelompok NA (Narcotics Anonymous/Narkotik Anonimus) sebagai alternatif/pilihan, mengingat mahalnya biaya pemulihan di panti rehabilitasi yang dikelola oleh swasta. Kelompok NA adalah pertemuan dimana dua pecandu atau lebih bertemu secara rutin pada waktu dan tempat yang tetap untuk tujuan pemulihan dari ketergantungan/adiksi. Disini pecandu bisa memperoleh jabatan tangan, rangkulan, senyuman, dan dukungan (support) dari kelompok yang mungkin tidak lagi dirasakan oleh para pecandu di dalam keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat. Disini pecandu dapat memiliki rasa percaya diri untuk pulih karena melihat secara langsung/bertemu dengan mereka yang telah berhasil keluar dari masalah ketergantungan terhadap narkoba.
Banyaknya kasus kriminal dalam dunia narkoba tidak sebanding dengan daya tampung Lembaga Permasyarakatan, dan Rumah Tahanan hanya menciptakan trauma bagi pecandu. Tidak sedikit pecandu yang memiliki dendam dan mendapatkan jejaring baru yang lebih besar untuk kembali menggunakan bahkan ikut serta mengedarkan narkoba. Stigma dan diskriminasi kembali berperan dalam proses pemulihan meskipun pecandu telah mempertanggung jawabkan perbuatannya dibalik jeruji. Sel tahanan sama sekali tidak memberikan efek jera bagi pecandu. Mereka tidak semestinya dihukum, tetapi ditolong, dibantu, diobati, agar mereka dapat kembali produktif seperti sediakala. Cukup banyak kasus relapse yang berakhir tragis bahkan menyebabkan pecandu meninggal dunia. Semoga Pemerintah lebih memperhatikan masalah ini dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pada akhirnya pecandu masih memiliki harapan dan berani menatap jauh masa depan meski waktu yang telah berlalu tidak dapat kembali.
[Riky Galantino]
Leave a Reply