DIMANAKAH POSISI KONTRASEPSI BAGI REMAJA ?

DIMANAKAH POSISI KONTRASEPSI BAGI REMAJA ?

Remaja di Kabupaten Tangerang merupakan kelompok populasi penduduk yang mencapai 11,3% atau tepat-nya mencapai 313.583 jiwa. Di usia 15-24 tahun merupakan masa yang labil. Remaja merupakan generasi harapan bangsa dengan berbagai permasalahannya sendiri.

Bicara soal remaja, sudah tidak bisa kita menutup mata, karena jika kita lihat tingkat perilaku seks beresiko di kalangan remaja masa kini sudah menjadi fenomena untuk di pikirkan bersama. berdasarkan hasil penelitian dari beberapa lembaga kurun waktu 2003-2011 angka seks pra nikah terus meningkat di Indonesia sehingga mengalami KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan), bahkan penyakit menular seperti IMS dan HIV AIDS.

Korelasi dengan situasi Kabupaten Tangerang, sepanjang tahun 1998 sampai dengan oktober 2015 angka kasus HIV mencapai 617 orang, AIDS 327 orang, total kumulatif 944 orang yang terinfeksi HIV dan AIDS.

Sedangkan jumlah temuan kasus berdasarkan kelompok umur, terhitung mulai januari sampai oktober 2015. Remaja yang tertular HIV dan AIDS rata-rata usia 15-24 tahun mencapai 46 kasus. Angka remaja merupakan penyumbang kasus urutan ke-2, ini berarti harus menjadi perhatian khusus di Kabupaten Tangerang.

Menyikapi hak akan kesehatan reproduksi remaja (Kespro), adanya situasi dimana kalangan orang tua masih memandang tabu untuk membicarakan hal tersebut. Disini ada peran yang terlewati!!!, dimana orang tua adalah tempat anak untuk bertukar pikiran. Fenomena yang terjadi sangatlah bertentangan, dimana remaja sangat kesulitan untuk berdiskusi kepada orang tua terkait permasalahan reproduksi.

Informasi kespro remaja bukan hanya tentang seksualitas dan kontrasepsi saja, namun juga berisi tentang manajemen dorongan seksual, diantaranya cara mengatur dorongan seksual yang timbul karena remaja telah memasuki masa pubertas.

Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual. Cara mengatur dorongan seksual, antara lain:

1. Membatasi bergaul dengan lawan atau sesama jenis,

2. Berdandan sewajarnya (tidak berlebih-lebihan),

3. Hindari gambar yang mengundang tentang seksual,

4. Jangan mengobrol yang mengundang tentang seksual,

5. Jangan menonton film pornografi,

6. Jangan melakukan hubungan seksual non penetrasi (berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat), dan

7. Berusaha untuk menahan diri dengan berbagai cara atau menyibukan diri dengan berbagai aktifitas misal olahraga, mengerjakan

    tugas pelajaran sekolah dan mempelajari ilmu agama.

Dari uraian yang telah dibahas diatas  menyimpulkan bahwa setiap perilaku yang dilakukan oleh manusia, pasti membawa dampak bagi individu tersebut.

Lalu apa saja yang patut untuk diketahui tentang kespro dan menekan angka kehamilan diluar nikah yang akan berdampak buruk adanya aborsi?.

Menurut pendapat ahli Kespro, Biran Affandi (Tahun 1995)Kespro mencakup tiga komponen, yaitu kemampuan, keberhasilan, dan keamanan. Kemampuan berarti dapat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepsi, dan abortus.

Terkait pelayanan kespro remaja, tentunya kita tahu fungsi alat kontrasepsi. Nah pertanyaaannya?, lalu bagaimana dengan alat kontrasepsi kondom, sudah perlukah?…, dan apakah remaja berhak mengakses alat kontrasepsi?.

Di negara maju seperti Eropa dan Amerika, penggunaan kondom telah diperkenalkan kepada kelompok remaja, sedangkan di Indonesia, meskipun kondom tidak sembarangan di peroleh, tapi secara tidak langsung kondom sudah dapat diakses melalui mini market, apotik dan layanan kesehatan (klinik) lainnya, bahkan di toko penjual jamu pun tersedia.

Kondom berperan sebagai dinding penghambat agar tidak terjadi pertukaran cairan, seperti darah, air mani atau cairan vagina antar pasangan yang melakukan hubungan seks.

Pastinya, remaja memiliki hak untuk mendapatkan informasi kesehatan, dengan konteks melindungi kesehatan reproduksinya. Hal ini telah tertuang pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 71 (1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan, dan pada Pasal 72 huruf  a  yang berbunyi  menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah, Serta tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Menurut pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suryono (1994) bahwa “kondom dirancang untuk Keluarga Berencana dan bukan mencegah virus HIV/AIDS. sebagaimana telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 61 Tahun 2014, tentang Kesehatan Reproduksi, Pasal 22, bahwa setiap orang berhak memilih metode kontrasepsi untuk dirinya tanpa paksaan, atas persesuaian suami istri dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondis kesehatan serta sesuai dengan norma agama berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Lain lagi dari pernyataan V. Cline, Profesor Psikologi dari Universitas Utah, Amerika Serikat, menegaskan bahwa “memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainya, berarti mereka telah tersesat”. Perlu di garis bawahi bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menjamin kesehatan sistem reproduksi aman, merupakan berbagai hasil penelitian dari para ahli yang menyatakan bahwa kondom bukanlah jaminan bagi kita untuk menghindarkan diri dari penularan virus mematikan bernama HIV/AIDS.

Alat kontrasepsi merupakan bagian dari kesehatan reproduksi dalam bidang keluarga berencana, hanya diperuntukkan oleh orang yang sudah menikah. Di sinilah letak persepsi yang harus dipahami. Berdasarkan fakta di lapangan yang menunjukan tingginya faktor perilaku risiko hingga di temukan angka IMS (infeksi menular seksual) juga telah membayangi remaja seksual aktif.

Penggunaan alat kontrasepsi beserta pemberian informasi melalui konseling dinilai dapat menjadi pertimbangan untuk tindakan preventif dari berbagai risiko perilaku seksual tersebut.

Dalam memberikan pelayanan kespro kepada remaja, pelayanan konseling sangat dibutuhkan dalam pemenuhan hak mereka untuk mendapatkan informasi dan pelayanan. Konseling memegang peranan sangat penting untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang bertanggung jawab dalam kehidupan.

Dan perlu diketahui bahwa dasar pemberian informasi seputar alat kontrasepsi pada remaja adalah untuk memberikan pemahaman terhadap kesehatan khususnya sistem reproduksi. Memberikan dan mengenalkan tentang alat kontrasepsi kepada REMAJA, bukan berarti MELEGALKAN untuk bisa bebas melakukan hubungan seks pra-nikah, tetapi memberikan pemahaman agar bisa mempertahankan kesehatan organ tubuh dengan penuh tanggung jawab.

Banyak remaja yang masih salah dalam menyikapi informasi terkait tentang hal tersebut, dimana pada akhirnya berdampak pada Pro-Kontra kondom sebagai alat pencegahan bagi remaja. Contoh informasi  terkait “Alat Kontrasepsi Kondom” pada remaja, yang seharusnya hal tersebut juga merupakan satu kesatuan secara komprehensif dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual remaja yang hingga saat ini masih dianggap tabu untuk bisa dipelajari dan dipahami oleh remaja.

[Anwar Sahab]

Leave a Reply