Hingga saat ini masih banyak orang yang menganggap bahwa HIV AIDS sebagai masalah yang hanya dialami oleh orang yang mempunyai perilaku seksual menyimpang dan pengguna narkoba. Akan tetapi perkembangan kasus HIV AIDS belakangan ini semakin banyak dialami oleh mereka yang dianggap aman dan tidak beresiko. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang menunjukkan bahwa dari total kasus HIV AIDS yang ditemukan, 20,2% ditemukan pada ibu rumah tangga. Dan jika dilihat dari faktor resiko menunjukkan bahwa pola penularan HIV AIDS di Kabupaten Tangerang adalah melalui hubungan seksual, baik itu heteroseksual (52,9%) maupun homoseksual (35,3%), penggunaan jarum suntik (3,4%), transmisi prenatal (3,4%) dan selebihnya tidak diketahui (5%).
Fakta di atas menunjukkan bahwa perempuan yang aktif secara seksual dan menikah adalah kelompok perempuan yang paling rentan. Hal ini juga menunjukkan betapa riskan perilaku seksual laki-laki yang berganti-ganti pasangan secara diam-diam. Sebuah perilaku yang banyak terjadi dimasyarakat sebagai akibat dari konstruksi sosial di masyarakat yang cenderung menerima sikap laki-laki yang memiliki banyak pasangan.
UNAIDS menyebutkan bahwa penyebab meningkatnya jumlah perempuan yang terinfeksi HIV/AIDS adalah karena terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang menyebabkan perempuan tidak bisa memilih dengan siapa dia menikah; kapan, dengan siapa dan bagaimana dia melakukan hubungan seksual. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender ini menyebabkan terjadinya relasi yang tidak seimbang antara suami dan istri sehingga perempuan tidak bisa menolak atau tidak bisa meminta suaminya menggunakan kondom ketika memaksakan hubungan seksual yang tidak aman. Bahkan perempuan juga cenderung tidak bisa menolak hubungan seksual meskipun ia mengetahui bahwa suaminya memiliki hubungan dengan sejumlah perempuan lain di luar perkawinannya.
“Menurut hasil penelitian Ikatan Perempuan Positif (IPPI) Nasional Studi Kualitatif Dan Pendokumentasian Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dengan HIV dan AIDS Di 8 Provinsi (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali Dan Nusa Tenggara Barat) menunjukan, dari total 77 responden rata-rata mengalami kekerasan verbal, fisik, seksual dan reproduksi”. Ujar Ayu Oktariani selaku Dewan Nasional IPPI.
Bertempat di Restoran Warung Sunda Telaga Bestarai-Balaraja, KPA Kabupaten Tangerang bekerjasama dengan KPA Nasional mengadakan kegiatan “LOKAKARYA DAERAH INTEGRASI LAYANAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN POSITIF HIV DAN TERDAMPAK HIV”. Kegiatan yang diselenggarakan selama dua hari pada tanggal 5 dan 6 Oktober 2016, dihadiri 25 peserta yang berasal dari Jaringan Populasi Kunci Nasional, LSM, komunitas di Provinsi Banten, SKPD/Instansi/Badan, Layanan Kesehatan, Kepolisian, LKBH Universitas Pelita Harapan, serta hadir dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan sebagai narasumber yaitu Indriyanti Suparno dengan materi “Gender dan Kekerasan”.
Dr. Maya dari KPA Nasional dalam sesinya mengajak peserta untuk memetakan kemungkinan yang terjadi dari kekerasan terhadap perempuan, khususnya perempuan dengan HIV positif. Situasi yang terjadi pada perempuan positif HIV adalah dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikis, sehingga layanan kesehatan harus mampu menggali dan merespon perempuan yang mengalami tindak kekerasan.
“Temuan kasus kekerasan terhadap perempuan oleh Polresta Tangerang sejak 2010 sampai 2015 berjumlah 393 meliputi, (1). Persetubuhan terhadap anak dibawah umur, (2). Pencabulan terhadap anak, (3). Penganiayaan, dan (4). Pengeroyokan”. Ujar Wahyudi wakil dari unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak).
Permasalahan kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Tangerang banyak kendala, salah satunya belum tersedianya Rumah Aman ataupun Tempat Rehabilitas “Sejauh ini jika ada kasus akan kita rujuk ke Bambu Apus Jakarta”. Pernyataan Susilawati perwakilan dari Dinas Sosial Kab. Tangerang dalam paparannya.
Menurut Komnas Perempuan Indriyanti Suparno “Semua harus bersinergi dalam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan, mulai dari Layanan kesehatan, layanan integrasi sosial, hukum, pemberdayaan ekonomi, support group, pemulihan spiritual, pemulihan psikologis/psikis dan rumah aman”.
Kegiatan yang diselengarakan selama dua hari ini mendapatkan beberapa point yang akan di jadikan rencana tindak lanjut, yaitu (1). Melaporkan hasil kegiatan kepada atasan masing-masing, (2). Sosialisais kepada internal organisasi masing-masing, (3) Penyusunan rencana Analisa Kajian, (4) Koordinasi Lintas Sektor, (5) Sosialisai KPP dan Intergrasi Layanan, (6) Advokasi Kebijakan, dan (7) Pertemuan koordinasi membangun komitemen.
“Selama ini kita (SKPD/Instansi/Badan-red) seolah sudah bekerja bersama-sama, akan tetapi kita belum bekerjasama”, Ujar Efi Indarti selaku Sekretaris KPA Kab. Tangerang dalam penutupan kegiatan lokakarya ini.
[Angga Kristian]
Leave a Reply