eL royale hotel Bandung menjadi tempat diselengarakannya The Indonesian AIDS confrence 2019 yang berlangsung 29 November sd 1 Desember.
Selama tiga hari konfrensi ini dilaksanakan Komisi Penanggulangan AIDS Jawa Barat. konfrensi ini di buka langsung oleh Bpk.Dr. H. Iwa Karniwa S.E.Ak., M.M.,CA., PIA. Merupakan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa barat. “Kegiatan ini atas dasar kepedulian kita terhadap kasus HIV AIDS dan menyelesaiakn epidemi di tahun 2030, di Indonesia jumlah kumulatif kasus infeksi HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 hingga bulan Desember tahun 2018 sebanyak 327.282 (51% dari estimasi ODHA tahun 2016 sebanyak 640.443)” ucap Sekda.
Pertemuan konfrensi iAIDS 2019 membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk secara bersama dengan para pemangku kepentingan lainnya bergerak berbagi pengetahuan dan pembelajaran untuk menanggulangi isu HIV AIDS yang terus berkembang demi terciptanya lingkungan kondusif dan percepatan program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, kegiatan ini di hadiri sebanyak 700 peserta dan di isi oleh 104 Narasumber dari pemerintah, Aktifis dan penggiat relawan HIV.
Kegiatan ini juga untuk membuka ruang dan berbagi ilmu serta ber inovasi untuk ending epidemi 2030 karena sudah menjadi isu global. Turut hadir dalam Konfrensi ini Bpk. Dr. Anung Sugihartono M.Kes Dirjen P2P Kemenkes RI, Bpk. Dr. Eduar Sigalingging M.Si Dirut SPUD III. DITJEN BINA BANGDA mewakili Kemendagri dan Dr. Siswandi Deputi BPJS Jawa Barat. Ketiga pejabat publik ini memberikan pemaparan terkait kebijakan, penganggaran dan pelayanan BPJS terhadap HIV selama kurun waktu hingga 2019.
Sabtu malam 29 November 2019, di adakan Galla Dinner yang di hadiri langsung oleh Bpk. Ridwan Kamil Gubernur Jawabarat, bersama para kepala daerah se-Indonesia atau yang mewakilinya beserta sejumlah pihak terkait dan menandatangani Deklarasi Bandung: “Untuk Mengakhiri Epidemi HIV AIDS di Indonesia pada Tahun 2030′. Deklarasi tersebut berisi komitmen dalam menjalankan strategi 3 Zeroes yakni zero new HIV infection (tidak adanya angka HIV baru), zero AIDS-related death (tidak ada lagi kematian berkaitan AIDS), dan zero discrimination (tidak ada diskriminasi bagi ODHA”.
Dalam konfrensi ini terdapat satelit dan panel meeting yang membahas isu-isu strategi, terdiri dari 5 kelas berbeda mulai dari tentang Stigma dan Diskriminasi, data dan perencaanaan program, Program SIHA, kolaborasi lintas sektor dan inovasi dalam P2HIV, peran KPA pasca Perpres124 tahun 2016, Forum masyarakat serta perencanaan program masing-masing daerah dan masih banyak lainnya.
Adahal yang menjadi perhatian dimana terdapat beberapa paparan yang disampaikan oleh panelis tentang isu keberagaman, norma dan agama yang terlihat tidak selaras dengan strategi pendekatan kesehatan publik dimana menciptakan kondisi Stigma dan Diskriminasi, yang masuk dalam strategi 3 Zeroes.
Membahas inovasi program sebagai ‘enabling factor’ untuk pemenuhan SPM (Standar Pelayanan Minimum), pencapaian Akses Universal, dan tujuan pembangunan berkelanjutan, untuk penguatan kelembagaan KPA di Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam upaya penanggulangan AIDS di Indonesia dan keberkelanjutan program HIV AIDS termasuk pemenuhan target SDGs tersebut, Konferensi ini juga merupakan upaya menciptakan lingkungan kondusif dan percepatan program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
Menjadi pertanyaan besar dalam menterjemahkan PERPRES 124 Tahun 2016 tentang kelembagaan KPAN. Dimana saat ini terdapat kelemahan proses koordinasi lintas sektor dari pusat ke provinsi dan kabupaten kota, sehingga indikator capaian program yang ditetapkan berdasarkan rencana aksi nasional khususnya pada akses capaian ART dan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan di indonesia.
Timbul pertanyaan, apakah PERPRES 124 Tahun 2016 perlu di revisi? apakah perlunya kembali terbentuknya KPA Nasional?
AM
Leave a Reply