LAYANAN RAMAH DAMBAAN MASYARAKAT (Editorial #1)

LAYANAN RAMAH DAMBAAN MASYARAKAT (Editorial #1)

Berbagai layanan kesehatan berupa klinik, Puskesmas, maupun rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah ataupun swasta saat ini sudah marak hadir di masyarakat, terutama masyarakat di perkotaan. Namun bagi masyarakat yang tinggal diluar wilayah perkotaan maupun di pedesaan nampaknya masih harus berangan-angan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang baik dan layak.

Berbicara mengenai pelayanan kesehatan seolah menjadi permasalahan yang tidak akan pernah ada habisnya. Pelayanan kesehatan yang baik masih menjadi persoalan yang besar di Indonesia, terutama bagi masyarakat miskin dan masyarakat hampir miskin sebagai penerima pelayanan. Berbagai keluhan seperti akses yang tidak mudah, biaya yang mahal, serta pelayanan yang buruk masih saja muncul. Padahal kualitas pelayanan kesehatan yang baik mulai dari tingkat Puskesmas maupun rumah sakit berperan penting bagi kemajuan bangsa. Badan (fisik) serta mental yang sehat menjadikan masyarakat produktif, mendukung kemajuan ekonomi, dan membangun kesejahteraan.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah mengatur secara teknis mengenai Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008 dan Permenkes No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

Seringkali kualitas pelayanan kesehatan yang buruk hanya dilihat dari tampak depannya saja, seperti saat dilakukan pemeriksaan, pelayanan saat membeli obat, atau saat pasien dirawat inap. Pahadal ada sistem dan mekanisme yang bekerja dibalik seluruh pelayanan kesehatan yang dapat disebut sebagai “sistem kesehatan yang utuh”, yang memiliki 7 komponen penting, yaitu: 1. Peraturan/Regulasi, 2. Sumber Daya Manusia, 3. Farmasi, Peralatan Kesehatan, Serta Gizi, 4. Penelitian & Pengembangan (Litbang), 5. Pemberdayaan Masyarakat, 6. Pembiayaan Kesehatan, 7. Pelayanan Kesehatan.

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen dari sistem kesehatan yang utuh, dimana pelayanan kesehatan merupakan ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat selaku penerima pelayanan. Agar kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik, ketujuh komponen ini harus bekerja optimal dan saling mendukung.

Pelayanan kesehatan memiliki peranan yang cukup penting dalam menyikapi kompetisi di maraknya layanan kesehatan yang berkembang di masyarakat. Sudah sepatutnya sebuah layanan kesehatan memiliki kualitas pelayanan yang baik untuk dapat memenangkan kompetisi ini. Puskesmas berusaha memenuhi standar layanan dengan adanya akreditasi.

Selama ini program-program yang terkait dengan perbaikan pelayanan kesehatan lebih sering melihat permasalahan secara terkotak-kotak, misalnya adanya program yang khusus menangani penyakit tertentu seperti HIV AIDS, program khusus mengenai bahaya merokok, atau program khusus yang menyoroti masalah ibu hamil dan menyusui. Keberadaan semua program itu baik, namun perlu diambil langkah-langkah penyelesaian masalah yang melihat sistem kesehatan secara utuh.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Curug Kabupaten Tangerang dikenal sebagai Puskesmas dengan layanan ramah LSL (Lelaki Seks Lelaki), bahkan sudah menjadi pembahasan di beberapa media sosial dan blog. Padahal sejak tahun 2013 Puskesmas Curug melakukan layanan ramah mulai dari Satpam hingga ke bagian layanan Laboratorium klinik. Selain berbagai klinik umum yang dimiliki, Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang juga memiliki layanan untuk Infeksi Menular Seksual (IMS), layanan HIV AIDS, dimana para pasien yang mengakses layanan ini kebanyakan dari kelompok LSL dan Wanita Pria (Waria) yang keberadaannya masih mendapatkan pandangan miring dalam masyarakat.

“Sebenarnya kita tidak membeda-bedakan siapa-siapa yang datang ke tempat ini, ya mungkin ini sudah menjadi tugas kami sebagai dokter, kita melayani orang ya dengan senang hati. Ya mungkin karena kita ramah-ramah, mereka mengabarkan ke teman-temannya kalo pelayanan di sini enak, akhirnya mereka pada sering ke sini,” ujar dr. Mafduha, salah satu dokter yang merupakan koordinator tim layanan ramah di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang ini.

“Ya kebetulan timnya “cihui” semua orang-orangnya, dan nggak pernah pilih-pilih saat melayani, ada yang pegang klinik TB (Tuberkolosis), ada yang pegang klinik HIV, ada yang laboratoriumnya, jadinya sudah bergaul akrab juga dengan mereka, nggak ada rasa takut tertular. Selain itu promosi kesehatan dan himbauan kita kepada pasien untuk menjaga kesehatan dirinya serta bagi pasien IMS dan HIV untuk jujur mengenai penyakitnya kepada pasangan, tidak menularkan kepada orang lain serta memberitahukan cara-cara untuk mencegah penularan,” imbuh dr. Achmad Muchlis, MARS., selaku Kepala Puskesmas (Kapuskes) Curug Kabupaten Tangerang.

Tim layanan ramah Puskesmas Curug ini terdiri dari: dr. Mafduha ( koordinator), klinik HIV: Diah Untari dan Evi Rianti, klinik IMS: Loide Simbolon, admin: Indah, dan tenaga laboratorium: Ariani Ika Dewi.

Sudah sepatutnya setiap Puskesmas memberikan layanan ramah terhadap seluruh lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan tanpa memandang status sosial dan status ekonominya, sekalipun yang berasal dari kelompok yang dianggap sebelah mata oleh masyarakat umum. Karena hak kesehatan merupakan hak azasi bagi setiap warga negara yang memiliki kepastian hukum dan diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, serta Perpres No. 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional.

 “Jadi meluruskan dulu ya, kita ramah itu bukan hanya untuk 1 komunitas, ya kita semua, karena kalau hanya untuk 1 komunitas akan terbentuk stigma, baik itu untuk pelayanan HIV atau pun program yang lain. Kalau memang pada saat monitoring ternyata mereka lebih ramah dibanding di Puskesmas yang lain, ya berarti itu menjadi nilai tambah bagi Puskesmas Curug,” ujar dr. Dewi Maria Yuliani, M.Kes., selaku Kepala Seksi P2P Dinkes Kabupaten Tangerang.

Namun, berbicara mengenai standar layanan ramah itu sediri belum mendapatkan acuan yang jelas. Bagaimana dan seperti apa layanan ramah itu? Bahkan dapat dikatakan layanan ramah ini menjadi subjektifitas penerima pelayanan. Setidaknya itulah yang kami jumpai saat bertandang ke kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang di Pusat Perkantoran Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Tigaraksa.

“Kalaupun dijadikan tolak ukur kita masih belom bisa memastikan ya, karena kan sebetulnya standarnya yang ramah itu yang seperti apa? Itu kan tergantung sama si penerima pelayanan, karena bisa saja penerima pelayanan di Curug merasa pelayanan yang diberikan itu ramah, sementara penerima layanan di Kosambi tidak merasa itu ramah. Itukan tidak ada standar yang jelas. Jadi ya sebenarnya kalau kaya gitu sih perinsipnya harus sama, tapi kalau dibilang tolak ukur, kita tidak bisa bikin itu menjadi tolak ukur, karena tidak ada nilai yang pasti,” imbuh dr. Dewi.

Sementara itu Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes Kabupaten Tangerang mengungkapkan bahwa layanan ramah itu meliputi bagaimana menyambut pasien, pelayanan yang cepat dengan roman muka yang bersahabat, dan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang harus memiliki daya saing dan bersifat marketing Puskesmas, karena kita harus meningkatkan daya Puskesmas.

“Layanan ramah itu ya bagaimana kita menyambut pasien, kemudian bagaimana melayani dengan cepat dengan tentunya roman muka yang bersahabat, dan yang paling utama sesuai dengan standar layanan. Ya kita berusaha untuk layanan publik, mulai dari depan sampai belakang ya harus bersifat untuk marketing Puskesmas. Karena sekarang kan faktor pesaing Puskesmas sudah banyak, klinik dengan adanya BPJS, dengan adanya prinsip portabilitas pasien kemana saja mereka bisa memilih,  apalagi di sebelahnya ada rumah sakit. Kita meningkatkan daya saing Puskesmas dengan memenuhi standar akreditasi,” papar dr. Corah Usman, M. Kes, Kabid Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.

Layanan ramah ini sendiri sudah menjadi tolak ukur bagi layanan Puskesmas di Kabupaten Tangerang, akan tetapi belum menjamin 100% tercapai. “Yang jelas kita berusaha untuk membina Kepala Puskesmas, Kita sih belum menjamin 100 persen ya, mungkin mereka pas lagi capek, atau ada masalah, mungkin pasiennya yang ada bermasalah atau apa,” imbuhnya.

Dengan adanya akreditasi terhadap Puskesmas, artinya seluruh Puskesmas di wilayah Kabupaten Tangerang harus siap meningkatkan kapasistas dan kualitas layanan, sehingga memiliki daya saing dengan klinik serta rumah sakit lainnya. Ombudsman turut mengawasi kinerja pelayanan publik di Puskesmas.

“Kita kan juga selalu dipantau oleh Ombudsman untuk pelayanan publik, jadi melihat semua standar-standar yang ada, mulai dari kelengkapan pendaftaran sampai kebersihan,” ujar dr. Corah kembali.

Bicara mengenai upaya meningkatkan layanan kesehatan yang mengacu pada Permenkes No. 5 Tahun 2014  Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, pada kenyataannya masih menghadapi kendala, khususnya dalam pemenuhan jumlah tenaga medis bagi setiap Puskesmas di Kabupaten Tangerang.

“Keterampilannya harus memenuhi Permenkes No. 5 Tahun 2014, untuk di Puskesmas ada 144 tenaga medis untuk peningkatan kapasitas dilatih sesuai dengan tren yang ada, karena dana itu tidak semuanya langsung bisa, dana itu sesuai dengan apa tren topik saat itu. Kemudian kita juga melalui IDI, PDUI supaya melakukan pelatihan-pelatihan, juga bersama BPJS untuk meningkatkan kapasitas 144 tenaga medis tadi, biar mereka itu mampu dan benar-benar mandiri. Namun ya masih ada lah yang dirujuk, karena keterbatasan petugas tadi. Yang paling utama, masalah utama kami yang paling utama adalah jumlah dokter,” ungkap dr. Corah kembali.

Penggunaan dana peningkatan kapasitas sumber daya manusia ini digunakan untuk mengundang narasumber dalam pertemuan pelatihan yang diadakan, mengirim untuk mengikuti pelatihan kerja/on job training (OJT) di rumah sakit yang memiki fasilitas dan kemampuan yang baik, serta monitoring dan evaluasi (monev) terhadap cakupan semua programnya, manajemen, kepegawaian, keuangan, dan kinerja secara keseluruhan. Dari 144 tenaga medis ini akan dipilih secara prioritas untuk mendapatkan pelatihan peningkatan kapasitas.

Kendala utama dalam pemenuhan tenaga medis yang direkrut melalui PTT (Pegawai Tidak Tetap) salah satunya adalah standar gaji yang dirasa kecil, yang berakibat pada manurunnya minat pelamar tenaga medis yang baru. Sementara ketersediaan dan proses rekrutmen yang dilakukan melalui sistem Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah pusat tidak dapat memenuhi permintaan daerah sehingga terkesan sangat lamban dan quota yang sangat terbatas.

Harapan utama terhadap pelayanan kesehatan di Kabupaten Tangerang, baik pada layanan kesehatan primer dan layanan kesehatan sekunder adalah kepuasan masyarakat, dan berharap kinerja layanan kesehatan di Puskesmas itu tidak seadanya. Layanan ramah pun tidak hanya untuk satu kelompok masyarakat tertentu saja, melainkan layanan ramah untuk seluruh lapisan masyarakat.

“Ramah itu tidak hanya untuk satu komunitas, tapi untuk semua orang jadi tidak terkotak-kotak. Tujuan dari layanan ramah ini sebaiknya memiliki dampak jangka panjang, tidak hanya sekedar program saja,” tandas salah seorang penerima manfaat layanan dari komunitas LSL yang tidak ingin disebutkan namanya ini.

Peningkatan kualitas layanan kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan terkait dengan 6 komponen lainnya dari sistem kesehatan nasional yang utuh, yaitu: 1. Peraturan/Regulasi, 2. Sumber Daya Manusia, 3. Farmasi, Peralatan Kesehatan, Serta Gizi, 4. Penelitian & Pengembangan (Litbang), 5. Pemberdayaan Masyarakat, 6. Pembiayaan Kesehatan.

Dalam editorial selanjutnya kami akan mengupas lebih dalam terhadap penguatan sistem kesehatan yang memiliki keluaran proteksi finansial, sosial, dan respon cepat tanggap yang merupakan bagian dari layanan ramah.

(J.A/A.K/H.I)

Leave a Reply